Jumat, 11 November 2011

My little poem


Tanah, Tanah, Tanah

Liang hidupnya para ulat,
Tempat cacing riuh bergulat,
Memang
Makhluk- makhluk yang menjijikkan itu di tanah liat,

Dia menciptakan asalku dari mu, hingga seutuh badan
Ditiupkan –Nya napas kehidupan,
Apa yang dapat aku angkuhkan dan sombongkan,
Setelah badan tak utuh dan tak berjiwa,
Daku kembali bergulat riuh dengan cacing dan......
Ulat juga,

Liang hidupnya para ulat,
Tempat cacing riuh bergulat,
Kita semua kembali ke lubang
Lahat.








Rindu

Batin menjerit, batin menderita
Menjerit pedih
Tetapi nikmat,

Menderita sakit
Tetapi bahagia,
Aneh sebenarnya,
Aneh kenyataanya,

Tapi benar, tapi nyata,
Rindu Rasa,

Anugerah penyakit dari yang Esa,
Bagi hamba-Nya yang dilanda asmara.

Tuhan , sampaikan salam rinduku
Untuknya.







Mandi Pagi

Di ufuk timur matahari,
Setiap kali aku mandi pagi,
Ku panjatkan puji syukur ke ilahi,

Alangkah besarnya nikmat yang diberi.
Satu siram air, seterusnya penuh arti,
Dari kulit lapis luar, sumsum ke urat nadi,
Membangkitkan semangatku untuk berbakti,
Makna dan tujuan hidup untuk umat yang......
Mengerti......




Bercinta

Dalam mayapada....
Bila insan- insan sedang bercinta,
Mabuk kepayang tiada tara,

Ingat,
Jangan bercinta segenap jiwa
Apalagi dapat tertinggal rasa lain sedikit jiwa
Karena insan- insan pasti kecewa,
Tiada yang abadi di dunia yang fana
Apa yang rasa pasti, bisa berubah rupa,
Perubahan yang selalau berputar dalam mayapada

Tapi,
Bila insan- insan bercinta dengan yang Kuasa,
Janji pastinya sudah ada di DIA.






Lidah

Jago silat yang kuat perkasa
Jago silat yang gagah berani

Harus mengakui bahwa
Silatmu jauh lebih berjaya
Dari mereka

Dengan silatmu
Kau pecahkan persoalan yang mahasulit,

Dengan silatmu
Kau selesaikan persoalan yang maharumit,

Dengan silatmu
Kau mengubah hari ini. Ya, esok tadi

Dengan silatmu
Manusia saling berbunuhan


Dengan silatmu
Manusia saling menyakiti
Uh, lidah muak aku
Denganmu,
Dasar kau tak bertulang.....




Pemimpin Yang Bersih

Diharapkan siang malam oleh rakyat,
Diimpikan dalam tidur nyenyak umat sangat,

Rakyat rela bekerja keras di panas menyengat,
Asal kau muncul dengan karisma yang dahsyat,
Sebagai panutan bangsa yang memikat.

Masih adakah pemimpin yang bersih??
Dalam buana raya jiwa sejagat......




Him

Tomorrow and today are the same for me
I still need him to be happy
And this is my destiny
That’s what I always see

But what kind of man is he
I really don’t know exactly
He said, I am so sweety
But he never gave identity
Makes me still confuse maybe
I know he is so lovely
Last night I saw him by the sea





Misteri Mimpi

Ketika gerimis menerpa mendera hati
Titik- titik air menusuk ke sanubari
Pandanganku kosong kepada alam
Percikan air membasahi bumi
Ku masih disini berteman sepi

Matahari sembunyi di balik hari
Enggan melirik menuai kasih
Mendung belum tersibak cahaya
Ku menanti hari demi hari

Adakah asa yang tak bertepi
Bila bisu melahap diri
Ku tak mengerti di mana mimpi
Sepanjang hati masih terpuruk misteri




Kasih Putih

Senyum terpatri
Mengurai rindu merenda hati
Hari serasa tak mau pergi
Ingin mengulang manis bersemi

Kuterbang ke dalam hidupmu
Menyamai mahligai menguak mimpi
Berjanji berpadu jiwa menyatu
Ku sibak satu- satu asa di diri

Tiada lagi emosi
Tiada jua kemenangan bertikai
Tiada mungkin balik kelabu
Tiada retak mengusik

Kasih putih bergema kini
Bicara pada dua hati
Yang mencari perpaduan hakiki
Hati yang haus ridho ilahi
Hati seakan tak mau henti
Mengucap bisik tentang kekasih
Di balik bilik yang pernah sunyi
Sudah musnah dari sepi

Bahagia bila kasih ini
Putih mewangi merebak sekujur diri
Senyum terpatri dilubuk hati
Meluap tumpah setiap hari
Walau tak membuat lupa diri
Ini wajar dan alami
Bila insan saling mengasihi
Seolah dunia milik sendiri

Kasih putih janganlah pergi
Terlalu pahit bila kau mati
Ku masih akan terus menanti
Hingga batas usia diri
Tak terhalang waktu menutupi
Semua ini kuasa ilahi



Bersamamu

Meniti menit ke hari ke tahun perjalanan hidup
Bersamamu ku pupuk kehangatan
Kutimba kasih menggebu
Ku tabur rindu di kisi dan tirai relungmu
Mengayuh biduk mungil kita
Kutahu tak ‘kan tenggelam karena kecewa
Tak ‘ kan payah berenang ke tepian
Tak sesak hirup harap di depan

Bersamamu ilalang menjadi padang rumput harum
Kerikil terasa butir pasir di pantai landai
Air mataku bukan milik kepedihan, tapi.....
Luapan suka yang tak sanggup ku tampung di dada
Semoga yang kurasa
Bukan bingkai separuh jalan
Karena setengahnya lagi adalah milikmu....
Yang ku harap selaras dengan bingkai jiwakau. 




Ampuni Air Mataku

Ampuni air mataku Tuhan
Sebab kali ini ia menderas karena marahku
Atas ketundukan para pemimpin
Pada para lalim yang menyumpal mulut mereka
Dengan sampah busuk sogokan nista
Yang dengannya mereka suapi keluarga.

Aku telah gagal, Tuhan.
Aku gagal untuk memahami mengapa mereka berlomba- lomba
Menutupi koreng dan busuk para penyumpalnya
Padahal dari yang zalim itu hati rakyat terkoyak
Menjadi kepingan- kepingan yang perih tak terkira.

Ampuni air mataku ya Tuhan.
Sebab kali ini ia menetes dari benciku
Pada para penghamba tahta dan kuasa
Yang berdansa ria di atas bara perih
Yang membakar dada rakyat yang memilih mereka.
Dada mereka sudah sesak oleh derita
Dan kemarahan yang terbungkam.
Aku telah berusaha, Tuhan
Berusaha memahami bahwa
Engkau sedang memberikan panggung pelajaran
Tentang kebenaran, tapi aku sudah lelah ya Tuhan, aku lelah.

Ampuni air mataku ya Tuhan.
Sebab kali ini aku menangisi tanah
Yang di atasnya telah mengalir darah dan keringat pahlawan
Yang gelora semangatnya telah memerdekakan tanah ini.

Suara mereka yang menggelegar menggetarkan hatiku
Rupanya tak sampai ke telinga para lintah pengisap darah itu.

Sumpah mereka untuk merdeka atau mati
Tak lagi punya arti buat para penginjak harga diri negeri merdeka ini.
Duhai.....tengah apakah para pahlawanku sekarang ya Tuhan?

Terlihatkah oleh mereka petaka
Di tanah merdeka yang mereka sumpahkan kesejahteraannya ini?

Terdengarlah oleh mereka
Tawa ria penghina rakyat
Yang menghina- dinakan negeri
Yang telah mereka perjuangkan dengan segenap harga diri?

Terciumkah oleh mereka
Busuknya uang- uang yang mengalir
Di bawah dan di atas meja para penguasa
Bebas berlalu lalang mengibaskan aroma menjijikkan.

Ampuni airmataku Tuhan
Sebab kali ini ia menitikkan dari ketidakberdayaaan.




Sungkemku Lebaran Ini

Sungkemku lebaran ini
Adalah sungkem kepada mereka
Yang harus lapar lebih lama
Bukan karena puasa
Karena teramat miskin
Hingga tak sepotong tahu goreng pun mampu di belinya.

Adalah sungkem kepada mereka
Yang terbangun dini hari
Bukan untuk makan sahur
Tapi untuk melihat
Apakah anak- anaknya masih ada di sisinya
Di kolong jembatan yang tipa hari ku lalui.

Adalah sungkem kepada mereka
Yang terkapar sakit
Sebab tak satu butir obat pun mampu dibelinya.

Sungkemku lebaran ini
Adalah sungkem kepada gadis- gadis belia
Yang harus membeli baju
Dan menjual tubuh pada yang pantas
Menjadi ayah mereka.

Adalah sungkem
Kepada pekerja kanak- kanak
Yang harus melupakan mobil- mobilan
Sebab tangan mereka harus menadah
Meminta- minta sesuai perintah orang- orang
Yang harusnya menjadi orang tua mereka

Sungkemku lebaran ini
Adalah sungkem kepada
Perempuan- perempuan yang kuat menggigit bibir
Menahan kata
Menyimpan sakit
Atas layangan laki- laki
Yang semestinya menjadi pelindung mereka.

Adalah sungkem
Kepada orang- orang tua kesepian
Yang Cuma bisa diam menunggu
 anak- anak yang tak pernah datang
mencium tangan mereka.

Sungkemku lebaran ini, Tuhan.
Adalah sungkem memohon ampun.
Ampun Tuhanku.
Ampuni aku yang asyik dengan diriku sendiri.