Kamis, 17 November 2011

Makalah Autisme


Bab 1
Pendahuluan

  1.1            Latar belakang

Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, dimana jumlah penderita laki- laki lebih besar dibandinhgkan penderita wanita. Meskipun demikian, bila kaum wanita mengalaminya, maka penderitaanya akan lebih parah dibandingkan kaum pria. Gejala- gejala autisme mulai tampak sejak masa yang paling awal dalam kehidupan mereka. Gejala- gejala tersebut tampak ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaan- kebiasaan lainya yang tidak dilakukan oleh bayi- bayi pada umumnya.
Ketika memasuki umur dimana mereka seharusnya mulai mengucapkan beberapa kata, misalnya ayah, ibu, dan seterusnya, balita tidak mampu melakukannya. Di samping itu, ia juga megalami keterlambatan dalam beberapa perkembangan kemampuan yang lainnya. Inilah waktu yang tepat bagi orang tua untuk mulai menyadari bahwa ada kelainan yang dialami anak mereka.
Biasanya balita tersebut sudah mengalami keterlambatan perkembangan kemampuan selama 3 tahun ketika dikonsultasikan ke dokter oleh orang tuanya karena mengalami gejala- gejala autisme sampai kemudian dia didiagnosis mengidap autisme oleh dokter tersebut, dan diagnosis ini umum diberikan ketika balita itu sudah memasuki umur 5 tahun. Usia dari seseorang anak juga berpengaruh terhadap tingkat keparahan yang tampak dari gangguan itu.
Bila mengevaluasi kebiasaan penderita autisme, kita juga harus mempertimbangkan usia mereka. Pada usia 2- 5 tahun, mereka cenderung memiliki kebiasaan yang sangat buruk, tetapi tatkala menginjak usia 6- 10 tahun, perilaku mereka akan membaik. Tetapi, perilaku mereka akan cenderung memburuk kembali saat mereka memasuki usia remaja serta dewasa, dan selanjutnya akan kembali membaik seiring dengan bertambah tuanya usia mereka.
Sebagian besar penderita autisme mengalami gejala- gejala negatif skizofrenia, seperti menarik diri  dari lingkungan, serta lemah dalam berpikir ketika menginjak dewasa.

1.2 Rumusan masalah 
1.      Apa autisme itu ?
2.      Apa penyebab autis ?
3.      Faktor resiko apa yang akan muncul ?
4.      Apa sajakah terapi autisme ?
5.      Bagaimana pandangan dan terapi autisme menurut islam ?

1.3 Tujuan
1.      Mengetahui apa autisme itu
2.      Menganalisis apa penyebab autisme
3.      Mengobservasi faktor resiko yang akan timbul
4.      Mengerti beberapa terapi untuk autisme
5.      Meninjau pandangan islam tentang dan bagaimana terapi autisme
 1.4 Manfaat 
1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui autisme
2.      Agar mahasiswa dapat memberikan terapi secara medis dan islami







Bab  II
PEMBAHASAN

2.1  Apa itu Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. 
Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.
Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya.
Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas.
Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat.Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA).
Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik, matematika, menggambar).
Prevalensi autisme menigkat dengan sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1

 2.2 Penyebab autis pada anak
 Orangtua yang punya anak autis  sering dibayangi terus menerus oleh pertanyaan ‘kenapa harus anak saya?’. Meski banyak kemungkinan seorang anak terkena autis, tapi banyak orang tua yang tidak terima anaknya menderita autis.
“Beberapa orang tua terus mencari tahu jawaban pertanyaan tersebut dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya, tapi mereka tetap tidak terima anaknya terkena autis,” ujar Patricia Robinson,terapis ADHD, autis dan Asperger’s sindrom seperti dilansir CNN, Senin (8/2/2010).
Maria Collazo dari New Jersey, orang tua dari bocah 5 tahun penderita autis mulai curiga pada anaknya setelah ia kesulitan mengambil benda dan mengucapkan kata pada umur 1 tahun.
Setelah tahu bahwa anaknya mengalami autis, Maria langsung melakukan browsing di internet, pergi ke perpustakaan, memesan buku dan menghabiskan waktu berjam-jam mengenai autis.Ia mulai berpikir, apakah pekerjaannya yang selama berjam-jam di kantor, penggunaan Blackberry atau radiasi saat memeriksa kandungan yang membuatnya melahirkan anak dengan kondisi autis.
“Saya bertanya banyak hal pada diri sendiri. Apakah saya makan sesuatu yang tidak seharusnya? Apakah saya terkena paparan zat berbahaya selama hamil? Saya terus bertanya tapi saya tetap tidak tahu jawabannya. Rasanya seperti ada sesuatu yang membuat pikiran ini terus bertanya,” tutur Maria.
Menurut Dr Judith Miles, professor pediatrik dan patologi, sangat wajar dan manusiawi jika seseorang ingin tahu kenapa sesuatu hal bisa terjadi. Tapi kebanyakan bertanya pada diri sendiri apalagi menyalahkan diri sendiri bisa membuat seseorang depresi.
“Mereka terus-terusan mencari tahu dan melihat ke belakang. Mereka juga terus menyalahkan dirinya sendiri, jangan-jangan kebiasaannya saat hamil adalah penyebabnya. Padahal tidak ada bukti kuat yang menunjukkannya,” kata Dr Judith.
Mungkin harusnya saya tidak melakukan itu, mungkin harusnya saya tidak tinggal di daerah itu, mungkn harusnya saya tidak mengonsumsi makanan organik atau mungkin harusnya saya lebih banyak minum vitamin adalah pernyataan yang sering terlintas pada benak orang tua.
Dr Judith yang merupakan direktur biomedis dari the Thompson Center for Autism and Neurodevelopmental Disorders di University of Missouri menyebutkan, bahwa orang tua seharusnya bisa menerima anak yang telah dilahirkan ke dunia apapun kondisinya tanpa perlu memaksakan diri untuk tahu penyebab pastinya.
“Banyak orang tua yang terbangun tengah malam dan terus mencari tahu jawaban untuk teka-teki yang sebenarnya tidak perlu mereka cari tahu. Cukup menerimanya dengan lapang dada bisa menghilangkan pertanyaan yang terus menghantui tersebut,” kata Dr Judith.
Autis merupakan gejala yang timbul karena adanya gangguan atau kelainan saraf pada otak seseorang. Diduga autis terjadi karena jembatan yang menghubungkan antara otak kanan dan otak kiri bermasalah atau terhambat.
Sampai saat ini belum ada satu penyebab yang pasti mengakibatkan anak autis. Namun faktor genetik, lingkungan yang terpapar merkuri atau logam berat, pestisida atau antibiotik yang berlebihan diduga sebagai penyebabnya.

2.3  Intervensi dini
Apakah autisme dapat disembuhkan? Pertanyaan ini selalu dilontarkan oleh orang tua penyandang. Autisme merupakan gangguan neurobiologis yang menetap. Gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku. Walaupun gangguan neurobiologis tidak bisa diobati, tapi gejala- gejalanya bisa dihilangkan atau dikurangi sampai awam tidak bisa membedakan mana anak autis, mana anak autis.
     Semakin dini terdiagnosis dan terintervensi semakin besar kesempatan untuk “sembuh”. Penyandang autisme dinyatakan sembuh bila gejalanya tidak ketara lagi sehingga ia mampu hidup dan berbaur secara normal dalam masyuarakat luas. Namun gejala yang ada pada setiap anak sangat bervariasi, dari yang terberat sampai teringan. “ Kesembuhan” dipengaruhi oleh berbagai faktor : gejalanya ringan, kecerdasan cukup (50 % lebih penyandang autisme mempunyai kecerdasan kurang), cukup cepat dalam belajar berbicara (20 % penyandang autisme tetap tidak bisa berbicara sampai dewasa), usia (2-5 tahun), dan tentu saja intervensi dini yang tepat dan intensif.
                        Tidak jarang seorang penyandang autisme sangat ringan dengan taraf kecerdasan normal dapat mengalami perkembangan yang baik tanpa terapi apapun. Saat dewasa, ia tidak berbeda dengan teman- temanya yang tidak autistik.
Intervensi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Yang penting, berusaha merangasanganak secara intensif sedini mungkin pada usia 2- 5 tahun, sehingga ia mampu keluar dari “dunia” nya.
2.4  Pola penanaganan terpadu
     Penanganan terpadu harus secepat mungkin dilaksanakan bila diagnosis autisme sudah terbentuk.
     Meskipun kelalailan yang ada diotak tidak dapat disembuhkan, namun dengan pola penanganan terpadu dan intensif, gejala- gejala autisme dapat dikurangi bahkan dihilangkan, sehingga diharapkan bisa berbaur dan hidup mandiri dengan masyarakat normal.
Keberhasilan terapi tergantung dari beberapa faktor :
*      Berat atau ringannya gejala
*      Umur
*      Kecerdasan
*      Bicara dan berbahasa
*      Intensitas dan terapi

Berbagai jenis jenis terapi yang harus dijalankan secara terpadu mencakup :
ü  Terapi medikamentosa
ü  Terapi wicara
ü  Terapi perilaku
ü  Pendidikan khusus
ü  Terapi okupasi (bila perlu)
Setiap anak sebaiknya mendapatkan evaluasi yang lengkap dari dokter  dan para terapisnya, kemudian diberikan kurikulum indivdual berdasarkan kemampuan anak dalam setiap bidangnya.
Namun, terapi perilaku harus tetap diterapkan disamping terapi- terapi yang lain. Karena bila perilaku anak tidak sesuai dengan norma masyarakat, ia akan sulit diterima di masyarakat secara normal.
A.    Terapi medikamentosa
Dahulu, sebelum penyebab gangguan autisme diketahui, pengobatan pun agak sulit dan simpang siur. Obat- obatan yang dipakai lebih banyak ditujukan untuk menekan gejala- gejala tertentu saja, misalnya menekan hiperaktivitas yang ada, menekan agresivitas yang bisa membahayakan dirinya maupun orang disekitarnya, mengobati gejala- gejala tambahan seperti kejang dsb.
Saat ini, pengobatan lebih tertuju untuk mencoba memperbaiki komunikasi, memperbaiki komunikasi, memperbaiki respons terhadap lingkungan dan menghilangkan perilaku yang aneh dan diulang-ulang. Namun, karena gangguan yang terjadi itu didalam otak, maka obat- obatan yang dipakai tentusaja obat- obatan yang bekerja di otak, yaitu yang sering di pakai oleh psikiater.
Obat- obat yang ada di indonesia adalah dari jenis anti depresan SSRI (Selectiv Serotonim Reuptake Inhibator) dan benzodiazepin seperti misalnya fluexetine (prozae), sertralin (zoloft) dan risperidon (risperdal). Risperdal menunjukkan efek yang sangat baik, dimana dalam dosis kecilpun ia bisa secara efektif memperbaiki respon anak terhadap lingkungan. Namun, obat- obat lamapun seperti haloperidol, imipramin (trofanil), dan thioridazine (melleril) masih bisa dipakai.


B.     TERAPI WICARA

Terapi wicara adalah suatu keharusan autisme, karena semua penyandang autisme mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa.
Menerapkan terapi wicara pada penyandang autisme berbeda dengan anak lain. Terapi sebaiknya dibekali dengan pengetahuan yang cukup mendalam tentang gejala-gejala dan gangguan bicara yang khas dari para penyandang autisme.
C.    TERAPI PERILAKU
Berbagai jenis terapi perilaku telah dikembangkan untuk mendidik penyandang autisme, mengurangi perilaku yang tidak lazim, dan menggantinya dengan perilaku yang bisa di terima dengan masyarakat.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para penyandang autisme untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masnyarakat. Bukan saja gurunya yang bisa melakukan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga dirumah harus bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi penyandang.
D.    PENDIDIKAN KHUSUS
Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi para penyandang  autisme. Pada pendidikan khusus, diterapakan sistem satu guru untuk satu anak. Sistem ini paling efektif karena mereka tak mungkin dapat memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar.
Untuk penyandang autisme yang ringan sebaiknya di sekolahkan ke kelompok bermain atau STK normal, dengan harapan anak bisa belajar bersosialisasi. Untuk penyandang sedang atau berat sebaiknya di berikan pendidikan individual dahulu, setelah mengalami kemajuan secara bertahap ia bisa dicoba di masukkan kedalam kelas dengan kelompok kecil, misalnya 2-5 anak perkelas.
Setelah lebih maju lagi, baru anak ini di coba di masukkan kedalam kelompok bermain atau STK kelas normal. Namun sebaiknya, jenis terapi yang lain terus dilanjutkan.


E.            TERAPI OKUPASI
Sebagian penyandang autisme mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak-geriknya kasar dan kurang luwes bila di banding dengan anak-anak lain seumurnya. Anak-anak ini perlu di beri bantuan terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi, dan membuat otot halusnya bisa terampil. Otot jari tangan misalnya, sangat penting dikuatkan dan dilatih supaya bisa anak menulis dan melakukan semua hal yang membutuhkan keterampilan otot jari tangannya.
2.5  Penanganan autisme menurut islam
     Penangana autisme menurut islam, bisa dengan menggunakan surat- surat pendek dalam AL QURAN. Khususnya surat AL-FATIHA.
·         Autis pada anak dengan terapi surat AL FATIHAH
Surat surat pada AL QUR'AN yang pendek dapat menjadi terapi untuk anak penderita autis sebagai terapi penyembuhan penderita autis.
Bila melakukan terapi pada pagi hari :
1.      Lakukanlah senam sujud dan berdiri dengan membaca surat surat pendek dalam AL QUR'AN agar tercipta kebahagiaan pada anak.
2.       Air mineral galon yang di minum untuk anak bacakanlah surat AL FATIHA dan SURAT AN NAS setiap pagi sore 100x,usahakan anak penderita autis lebih banyak minum minimal 11 gelas tiap hari.
3.       Lakukanlah pengurutan pada badan anak dengan minyak urut yang juga harus anda bacakan AL FATIHA 100X. agar anak tersebut dapat hilang lelah-letih dan stresnya seminggu 3x
4.       Konsumsi anak harus diperhatikan terhindar dari kimia.
5.      Membaca dan melatih anak anak untuk membaca huruf AL QUR'AN dengan ayat ayat yang pendek. semua agar energi dari anak anak tersebut dapat tersalurkan dan membantu perbaikan dalam saraf saraf anak anak tersebut. ikuti pula saran dan petunjuk para pakar penyakit autis atau bimbingan dokter.


Selasa, 15 November 2011

Makalah Transplantasi Organ


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       LATAR BELAKANG
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kesehatan berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu lain. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang transpIantasi maju dengan pesat. Kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan pengawetan organ, penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan dapat ditransplantasikan. Dewasa ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan hewan sebagai donor. Dibalik kesuksesan dalam perkembangan transplantasi organ muncul berbagai masalah. Semakin meningkatnya pasien yang membutuhkan tranplantasi, penolakan organ, komplikasi pasca transplantasi, dan resiko yang mungkin timbul akibat transplantasi telah memunculkan berbagai pertanyaan tentang etika, legalitas dan kebijakan yang menyangkut penggunaan teknologi itu.
Pada makalah ini akan dibicarakan berbagai masalah etika yang timbul sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi transplantasi organ, masalah etika utama dalam transplantasi, bagaimana kebijakan di Indonesia mengenai transplantasi dan betapa pentingnya nilai-nilai etika dalam mempertahankan suatu sistem nilai dan dalam penentuan kebijakan pemerintah.
1.2       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi Transplantasi Organ
2.      Apa saja klasifikasi Transplantasi Organ
3.      Bagaimana etiologi Transplantasi Organ
4.      Bagaimana asuhan keperawatan transplantasi organ
1.3       TUJUAN
1.      Untuk mengetahui definisi transplantasi organ
2.      Untuk mengetahui Klasifikasi transplantasi organ
3.      Untuk mengetahui etiologi transplantasi organ
4.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan transplantasi organ
1.4       MANFAAT
1.      Agar masyarakat memahami definisi transplantasi organ
2.      Agar masyarakat memahami klasifikasi transplantasi organ
3.      Agar masyarakat memahami etiologi transplantasi organ
4.      Agar mahasiswa memahami asuhan keprawatan pada tranplantasi organ



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      DEFINISI TRANSPLANTASI ORGAN
Definsi Transplantasi organ adalah tindakan medis untuk memindahkan organ atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam pengobatan untuk mengganti jaringan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. (http://www.scribd.com/doc/25784053/Aspek-Medikolegal-Transplantasi-Organ)
Donor organ atau lebih sering disebut transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Syarat tersebut melipui kecocokan organ dari donor dan resipen.
Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri. Organ tubuh yang ditansplantasikan biasa adalah organ vital seperti ginjal, jantung, dan mata. namun dalam perkembangannya organ-organ tubuh lainnya pun dapat ditransplantasikan untuk membantu ornag yang sangat memerlukannya.Jika dilihat dari fungsi dan manfaatnya transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai ‘life saving’. Live saving maksudnya adalah dengan dilakukannya transplantasi diharapkan bisa memperpanjang jangka waktu seseorang untuk bertahan dari penyakit yang dideritanya.
Macam-macam transplantasi organ:
1.      Transplantasi hati.
2.      Transplantasi paru
3.      Transplantasi Ginjal.
4.      Transplantasi Jantung
5.      Transplantasi kulit.
6.      Transplantasi Kornea
7.      Transplantasi tulang
8.      Transplantasi Pembuluh darah
9.      Transplantasi Pankreas.

B.       KLASIFIKASI TRANSPLANTASI ORGAN
Trnsplantasi organ dapat dklasifikasikan:
a.      Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1)  Autotransplantasi: pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam        tubuh orang itu sendiri.
2)  Homotransplantasi: pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3)  Pemindahan organ atau jaringan dari satu spesies ke spesies lain.
4)  Autograft : Transplantasi jaringan untuk orang yang sama. Kadang-kadang hal ini dilakukan dengan jaringan surplus, atau jaringan yang dapat memperbarui, atau jaringan lebih sangat dibutuhkan di tempat lain (contoh termasuk kulit grafts , ekstraksi vena untuk CABG , dll) Kadang-kadang autograft dilakukan untuk mengangkat jaringan dan kemudian mengobatinya atau orang, sebelum mengembalikannya (contoh termasuk batang autograft sel dan penyimpanan darah  sebelum operasi).
5)  Allograft : adalah suatu transplantasi organ atau jaringan antara dua non-identik anggota  genetis yang sama spesies . Sebagian besar jaringan manusia dan organ transplantasi yang allografts. Karena perbedaan genetik antara organ dan penerima, penerima sistem kekebalan tubuh akan mengidentifikasi organ sebagai benda asing dan berusaha untuk menghancurkannya, menyebabkan penolakan transplantasi.
6)  Isograft : sebuah subset dari allografts di mana organ atau jaringan yang ditransplantasikan dari donor ke Sipenerima yang identik secara genetis (seperti kembaridentik). Isografts dibedakan dari jenis lain transplantasi karena sementara mereka secara anatomi identik dengan allografts, mereka tidak memicu respon kekebalan.
7)  Xenograft dan xenotransplantation :Transplantasi organ atau jaringan dari satu spesies yang lain. Sebuah contoh adalah transplantasi katup jantung babi, yang cukup umum dan sukses. Contoh lain adalah mencoba-primata (ikan primata non manusia)-transplantasi Piscine dari pulau kecil (yaitu pankreas pulau jaringan atau) jaringan.
8)  Transplantasi Split : Kadang-kadang organ almarhum-donor, biasanya hati, dapat dibagi antara dua penerima, terutama orang dewasa dan seorang anak. Ini bukan biasanya sebuah pilihan yang diinginkan karena transplantasi organ secara keseluruhan lebih berhasil.
9)  Transplantasi Domino:Operasi ini biasanya dilakukan pada pasien dengan fibrosis kistik karena kedua paru-paru perlu diganti dan itu adalah operasi lebih mudah secara teknis untuk menggantikan jantung dan paru-paru pada waktu yang sama. Sebagai jantung asli penerima biasanya sehat, dapat dipindahkan ke orang lain yang membutuhkan transplantasi jantung. (parsudi,2007).
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi:
a. Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ yang berpasangan misalnya ginjal.
b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas.
C.      ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI TRANSPLANTASI ORGAN
Seseorang harus menerima transplantasi organ jika organ orang tersebut mengalami kerusakan atau tidak berfungsi lagi. Apabila hal tersebut terjadi, maka jalan terbaik adalah dengan mentransplantasikan organ ke dalam tubuh penderita agar penderita dapat tetap hidup.
1.   GINJAL
Penyebab terbanyak yang umum dikenal masyarakat adalah gagal ginjal yang disebabkan adanya batu dalam ginjal. Hal ini dawali oleh:
ü  Diet yang salah yang banyak mengandung zat-zat yang banyak menumpuk dan    mengkristal didalam ginjal seperti asam urat,jengkol,maupun kalsium.
ü  Kebiasaan penderita yang malas minum banyak air putih.Keadaan tersebut lambat laun akan terjadi penumpukan zat didalam ginjal yang lama kelamaan akan menjadi kristal yang sering disebut dengan batu,bila diameter batu tersebut masih dibawah 2mm dapat keluar sendiri melalui saluran kemih,nmun bila timbul batu dengan diameter yang besar akan susah untuk mengalir keluar yang kemudian tentu akan terjadi penghambatan aliran darah dialam ginjal,proses ini akan menyebabkan timbul infeksi yang semakin mempercepat kerusakan ginjal. Penurunan cadangan ginjal;
1)  Yang terjadi bila GFR (Glomerular Filtration Rate) turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi. Insufisiensi ginjal;
2)  Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis.
3)  Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal/transplantasi ginjal.

2.   JANTUNG
CHF( cronic heart failure) terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sitolik jantung ditentukan oleh empat determinan utama, yaitu: kontraktilitas miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolik dan resultan panjang serabut ventrikel sebelum berkontraksi), afterload kearah ventrikel, dan frekuensi denyut jantunG.
Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis aorta atau hipertensi, kelainan katup seperti regurfitasi mitral.
Penyebab
Frekuensi relatif
Kardiomiopati dilated / tidak  diketahui
45%
Penyakit Jantung Iskemik
40%
Kelainan katup
9%
Hipertensi
6%
Sumber: Cardiology and Respiratory Medicine 2001
Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung, yaitu :
  • Kelebihan Na dalam makanan
  • Kelebihan intake cairan
  • Tidak patuh minum obat
  • Iatrogenic  volume overload
  • Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
  • Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker
  • Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli paru.
3.   HATI
Pada umumnya penyakit yang sering menyerang hati disebut pula hepatitis. Peradangan pada hati karena toxin, seperti kimia/obat atau gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh suatu agen infeksi atau keracunan. Penyakit ini apabila kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut dan jika penyakit tersebut selama 6 bulan lebih disebut hepatitis kronis.
Salah satu gejala terlihat pada penderita gangguan hepatitis adalah kulit dan selaput putih mata yang mungkin akan berubah warna menjadi kuning, sehingga sering disebut oleh masyarakat sebagai penyakit kuning. Warna kuning timbul disebabkan oleh cairan empedu yang berlebihan kadarnya dalam darah.
Hepatitis biasanya terjadi terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan. Di Indonesia yang banyak ditemukan adalah virus hepatitis A, virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Virus hepatitis dapat masuk ke dalam tubuh, terutama melalui makanan atau air yang dikotori oleh virus, tertular akibat tranfusi darah maupun melalui pemakaian alat-alat yang tidak steril di rumah sakit. Hepatitis merupakan penyakit yang lebih sering menjangkiti anak-anak muda. Tempat tinggal yang sesak, kebersihan yang tidak terjamin dan kurangnya makanan yang sehat sangat memegang peranan dalam.
4.   PARU-PARU
Merokok adalah penyebab umum dari sebagian besar penyakit paru-paru, bahkan penyakit paru obstruktif kronis. Semua orang yang merokok mungkin tidak mendapatkan bronkitis kronis, tetapi sebagian besar pasien penyakit paru adalah perokok.
Bahkan orang yang bukan perokok mendapatkan bronkitis kronis atau emfisema, jika individu memiliki kekurangan alfa-1 antitripsin protein.
Pada beberapa individu penyebab bronkitis kronis PPOK atau tidak diketahui. Penyebab lain dari bronkitis kronis PPOK.
ü Terlalu lama terhadap alergen atau gas di tempat kerja dapat menyebabkan penyakit paru-paru obstruktif kronis.
ü Perokok pasif, orang-orang yang menghisap asap yang dipancarkan oleh perokok lebih rentan untuk mendapatkan penyakit kronis obstruktif paru.
ü Menghirup gas alam dengan ventilasi yang buruk juga menyebabkan PPOK – penyakit paru obstruktif kronis.
D.      MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal ginjal:
1.      Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
Edema (kaki, tangan, sacrum)
Pembesaran vena leher
2.       Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering bersisik
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
3.      Pulmoner
Krekels
Sputum kental dan liat
Nafas dangkal
Pernafasan kussmaul
4.      Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan
Nafas berbau ammonia
Ulserasi dan perdarahan mulut
Konstipasi dan diare
Perdarahan saluran cerna
5.      Neurologi
Tidak mampu konsentrasi
Kelemahan dan keletihan
Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi
Kejang
Rasa panas pada telapak kaki
Perubahan perilaku
6.      Muskuloskeletal
Kram otot
Kekuatan otot hilang
Kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang

Manifeatasi klinis transplantasi hati:
1.  Kegagalan Prekim hati
2.  Hipertensi portal
3. Asites
4. Ensefalophati hepatitis

Manifestasi klinis transplantasi paru-paru
1. Demam,
2. Asma dengan perbaikan klinis yang lambat,
3. Batuk yang produktif,
4. Malaise
5. Berat badan menurun.         
Manifestasi klinis transplantasi jantung
1. sianosis biasanya setelah menangis,stress
2. jari tubuh(clubing finger)biasanya muncul setelah 2-3bln
3. sesak nafas
E.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TRANSPLANTASI ORGAN
Dilakukan pemeriksaan laboratorium
            I.            Pemeriksaan Laboratorium
ü  Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht,          Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
ü  Pemeriksaan Urin Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP.
          II.            Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan    elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
       III.            Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi   system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.

      IV.            Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
F.       PENATALAKSANAAN
Transplantasi baru dapat diperoleh dari donor yang baru saja meninggal dunia, atau dari donor hidup. Donor hidup bisa keluarga, bisa juga bukan – biasanya pasangan atau teman. Jika anda tidak memiliki donor hidup, anda akan dimasukkan ke dalam daftar tunggu untuk memperoleh ginjal dari donor meninggal. Masa tunggu tersebut dapat berlangsung bertahun-tahun.
Petugas transplantasi akan mempertimbangkan tiga faktor untuk menentukan kesesuaian organ dengan penerima (resipien). Faktor tersebut akan menjadi tolak ukur untuk memperkirakan apakah sistim imun tubuh penerima akan menerima atau menolak organ baru tersebut.
Misalnya melakukan pemeriksaan
Ø Golongan darah. Golongan darah penerima (A,B, AB, atau O) harus sesuai dengan golongan darah donor. Faktor golongan darah merupakan faktor penentu kesesuaian yang paling penting.
Ø Human leukocyte antigens (HLAs). Sel tubuh membawa 6 jenis HLAs utama, 3 dari ibu dan 3 dari ayah. Sesama anggota keluarga biasanya mempunyai HLAs yang sesuai. Resipien masih dapat menerima organ dari donor walaupun HLAs mereka tidak sepenuhnya sesuai, asal golongan darah mereka cocok, dan tes lain tidak menunjukkan adanya gangguan kesesuaian.
Ø Uji silang antigen. Tes terakhir sebelum dilakukan pencangkokan adalah uji silang organ. Sejumlah kecil darah resipien dicampur dengan sejumlah kecil darah donor. Jika tidak terjadi reaksi, maka hasil uji disebut uji silang negatif, dan transplantasi dapat dilakukan.
Dokter akan mengevaluasi pasien untuk menentukan apakah dia akan menjadi calon yang baik untuk transplantasi organ. Seorang pasien harus cukup sehat untuk menjalani operasi dan mengambil obat imunosupresif.
Obat imunosupresif akan membantu tubuh untuk tidak menolak organ donor. Obat tersebut harus diambil selama sisa hidup pasien. Mengambil obat imunosupresif merupakan suatu keharusan, tetapi obat tersebut memiliki efek samping, salah satunya adalah melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Untuk transplantasi organ, ada dua jenis donor yaitu donor yang masih hidup dan donor yang sudah meninggal. Donor yang masih hidup biasanya berasal dari anggota keluarga atau teman dekat. Sedangkan organ dari donor yang sudah meninggal berasal dari seseorang yang sudah meninggal namun memiliki oorgan yang sehat.
Untuk organ yang berasal dari donor yang sudah meninggal biasanya akan ada daftar tunggu karena lebih banyak pasien yang membutuhkan daripada organ yang tersedia. Meskipun sudah ada organ yang berasal dari donor baik yang masih hidup atau sudah meninggal, namun masih diperlukan kecocokan antara pasien dan donor.
Organ donor harus cocok dengan jenis darah dan jaringan tubuh penerima organ (pasien). Beberapa tes dan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan baik pada pasien maupun donor potensial untuk menentukan apakah organ akan cocok atau tidak.
Jika seorang pasien ditempatkan pada daftar tunggu, informasi mengenai darah dan jenis jaringan akan dimasukkan ke dalam file daftar tunggu tersebut. Jika pasien akan menerima organ dari donor yang masih hidup, operasi bisa dilakukan setelah dinyatakan ada kecocokan. Jika pasian membutuhkan donor yang sudah meninggal, maka dia akan dimasukkan ke dalam daftar tunggu.
Waktu tunggu rata-rata untuk donor organ adalah sekitar 3 hingga 5 tahun. Ketika organ donor tersedia, akan dipilih dari daftar pasien yang paling cocok untuk menerima transplantasi. Transplantasi harus dilakukan segera setelah organ tersedia. Petugas kesehatan akan memanggil pasien untuk memberitahu bahwa organ donor sudah tersedia. Pasien tersebut harus segera datang ke rumah sakit untuk menjalani prosedur transplantasi setelah dia mendapatkan kabar tersebut.
Prosedur Operasi Transplantasi
Secara tekhnik bedah, transplantasi organ dapat dilakukan dengan cara :
1.       Ortopik
Bila organ yang dicangkokkan dipasang di tempat organ yang asli. Sebelumnya organ      yang asli diambil terlebih dahulu.
2.       Heterotopik
Bila organ yang dicangkokkan dipasang pada tempat organ yang lain. Pada tekhnik ini organ yang rusak tidak dikeluarkan. Ketika donor organ tersedia, dokter akan melakukan tes dan pemeriksaan untuk memverifikasi kecocokan organ. Setelah kecocokan diverifikasi, pasien akan dibawa ke ruang operasi. Proses operasi transplantasi organ biasanya berlangsung antara 2 hingga 4 jam. Setelah operasi transplantasi organ dilakukan, pasien akan diberi obat imunosupresif untuk mencegah penolakan organ donor oleh tubuh. Petugas kesehatan akan mengawasi pasien untuk memastikan bahwa organ yang baru dapat berfungsi dengan baik. Terkadang pasien mungkin membutuhkan dialisis selama beberapa hari sambil menunggu organ baru sembuh dan cukup kuat untuk bekerja dengan baik. Setelah organberfungsi dan bekerja dengan baik dan kondisi pasien sehat, maka pasien diperbolehkan pulang. Beberapa pasien bisa pulang dalam waktu 5 hari setelah operasi.
Perawatan Tindak Lanjut (Follow up Care)
Seorang pasien yang menerima organ donor harus mengambil obat imunosupresif selama sisa hidupnya. Berbagai jenis obat bisa bertindak sebagai immunosupresan. Yang sering digunakan adalah kortikosteroid (misalnya prednison); pada awalnya diberikan melalui infus kemudian dalam bentukobatyangdiminum.
Obat lainnya dalah:
#Azatioprin
#Takrolimus
#Mikofenolatmofetil
#Siklosporin
#Siklofosfamid(terutama digunakan pada pencangkokkan sumsum tulang)
#Globulinanti-limfositdanglobulinanti-timosit
#Antibodi monoklonal.
Pasien juga harus mengunjungi dokter secara teratur untuk menjalani pemeriksaan dan mendeteksi dini setiap masalah yang mungkin muncul.
G.      KOMPLIKASI
a)        Penolakan pencangkokan:
Yaitu sebuah serangan dari sistem kekebalan terhadap organ donor asing yang dikenal oleh tubuh sebagai jaringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh antigen dari kesesuaian organ asing. Ada tiga jenis utama penolakan secara klinik, yaitu hiperakut, akut dan kronis.
b)       Peningkatan berat badan akibat penimbunan cairan.ini pada transplantasi organ,mungkin      banyak cairan yang masuk pada saat pemindahan organ.
c)        demam karena reaksi imun.
d)       nyeri dan pembengkakan di daerah tempat yang dicangkokkan.
e)        Infeksi, meninggalkan masalah yang potensial dan mewakili komplikasi yang paling serius memberikan ancaman kehidupan pada periode pencangkokan jaman dulu. Infeksi sistem urine, pneumonia, dan sepsis adalah yang sering dijumpai.
f)         Penyembuhan yang jelek pada titik persambungan saluran udara.
g)        Penyumbatan saluran udara akibat pembentukan jaringan parut.
h)       Terjadinya penggumpalan darah akibat perbedaan golongan darah.
i)         kerusakan pada organ transplan karena sistem kekebalan tubuh yang menganggap organ  transplan tersebut sebagai benda asing.
j)         katarak, diabetes, asam lambung berlebihan, tekanan darah tinggi, dan penyakit tulang.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.      PENGKAJIAN
1)     Identitas klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,      pekerjaan, jenis kelamin
2)     Aktifitas dan Istirahat :Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
3)     Sirkulasi : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
4)     Integritas Ego, Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut, marah, irritable
5)     Eliminasi, Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
6)     Makanan/Cairan, Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah,  rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak subkutan
7)     Neurosensori : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,  kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
8)     Nyeri/Kenyamanan : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah
9)     Pernafasan : pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
10)Keamanan : Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis,  fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
11)Seksualitas : Penurunan libido, amenore, infertilita
12)Interaksi Sosial : Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
13)Psikologi : Adanya ansietas menghadapi pree operasi.
B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)  Pree operasi
Ansietas behubungan dengan prosedur pembedahan dari transplantasi ginjal.
Tujuan: dirapkan rasa cemas akan hilang
Kriteria hasil : 1. Px sudah tidak cemas
                              2. K/U baik
                              3. Wajah px nampak tidak gelisah dan cemas
Intervensi dan rasional
1. Jelaskan pada px tentang penyebab ansietas
    R/ Meningkatkan pengetahuan px
2.Anjurkan pada px agar mau melaksanakan pengalihan perhatian mengurangi gangguan psikologi ansietas
3. Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur
    R/ Memungkinkan px untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya
4. Berikan kesempatan px untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi
    R/ Kebanyakan px mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan
5. Catat prilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan peran sakit px
    R/ Orang terdekat mungkin secara tidak sadar memungkinkan px untuk mempertahankan ketergantunganx
6. Observasi TTV
    R/ Mengetahui perkembangan px
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sedatif
    R/ Untuk mengurangi kecemasan
2)  Post Operasi 
Diagnosa keperawatan :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot, atau adanya distensi abdomen/kandung kemih.
2. Resiko tinggi terhadap penatalaksanaan di rumah berhubungan dengan kurang  pengetahuan tentang perawatan diri, riwayat ketidak patuhan.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, gagal ginjal, penolakkan tranplantasi, tingginya volume cairan intravena.
4. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunosupresi
5.Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan resiko dari reaksi imun transplantasi dan efek samping dari obat-obatan imunosupresi, atau kebutuhan hemodialisa lanjut.
6. Resiko tinggi terhadap penatalaksanaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan diri, riwayat ketidak patuhan.

Intervensi dan rasional
1.Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot, atau adanya distensi abdomen/kandung kemih.
Tujuan: Nyeri berkurang dan terkontrol
Kriteria hasil: 1. Px mampu menjelaskan tentang nyeri
                  2. Px mampu menjelaskan tentang nyeri
                  3. Px mampu melaksanakan untuk mengurangi nyeri
                  4. Wajah tidak menyeringai
                  5. Skala nyeri berkurang
1. Jelaskan pada px tentang nyeri
         R/ Meningkatkan pengetahuan px
2. Anjurkan pada px untuk melaksanakan tindakan untuk mengurangi nyeri
         R/ Membantu px untuk melaksanakan tindakan mengurangi nyeri
     3. Ajarkan pada px untuk melaksanakan tindakan untuk mengurangi nyeri dengan relaksasi dan distraksi
         R/ Menarik nafas panjang dan melakukan sentuhan halus dapat mengurangi nyeri
     4. Observasi TTV
         R/ Mengetahui perkembangan px
    5. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik anti nyeri
        R/ Dapat mengurangi nyeri
   

BAB IV
PENUTUP

          Demikian makalah ini kami buat,besar harapan kami tugas makalah “TRANSPLANTASI ORGAN” yang kami kerjakan ini dapat berguna bagi kita semua. Kami menyampaikan terima kasih atas dukungan dan partisipasi semua pihak yang mendukung kelancaran dan kesuksesan kegiatan ini.
  


DAFTAR PUSTAKA
http://www.geogle.co.id.transplantasi organ (diaksses tanggal 1 oktober 2011)
Doenges. Edisi 3.Rencana asuhan keperawatan.Jakarta:EGC